Tari lawet
Tari
lawet merupakan tari yang berasal dari Kebumen,pencipnya ialah
B.Sardjoko Tari lawet pertama kali dipentaskan diwidoro pada tanggal 31 Agustus
1989. Tari
lawet mulai diciptakan bulan Februari 1989, dikarenakan bupati menghendaki
adanya tarian masal khas Kebumen pada pembukaan Jambore Daerah tingkat Jateng
di Widoro, maka mulai diciptakan Tari Lawet yang ditarikan kurang lebih 200
orang penari. Tari Lawet merupakan refleksi budaya dari ciri khas Kebumen yang
terkenal dengan sarang burung lawetnya. Sebelum membuat, beliau melakukan
survey ke Karang bolong untuk mendapatkan inspirasi. Beliau melihat air
samudra, orang yang sedang memanjat, gerak lincah burung Lawet yang sedang
terbang. Burung lawet termasuk burung kebanggaan Kebumen yang dapat
menghasilkan sarang burung lawet yang harganya sangat mahal. Gerakan tari lawet
lincah dan ceria, sesuai dengan burung lawet tersebut. Makna tari lawet yaitu
menggambarkan kehidupan burung yang berusaha hidup untuk mencari makan
sehari-hari. Gerakan tari lawet antara lain: ngulet/angklingan, didis, loncat
egot, lenggut, ukel nyutuk, lincah nyucuk, kepetan.
Bp. Sardjoko merancang kostum tari lawetnya sendiri
Kostum tari Lawet yang lengkap :
11. Jamang
dan Garuda Mungkur: bentuknya burung lawet,warnanya kuning emas
22. Baju:
berwarna hitam dibagian depan berseret putih
33. Celana:
berwarna hitam
44. Sayap:
warnanya hitam bergambar bulu
55. Kalung
Kace: warna dasarnya merah dihiasi dengan warna kuning emas
66. Stagen/benting/sabuk
berwarna Merah
77. Slepe:
warna dasarnya merah dihiasai kuning emas
88. Ancal:
warna dasarnya merah dihiasi kuning emas
99. Rampek:
warnanya biru,menggambarkan pancaran air laut
110. Sonder:
warnanya putih,garis tepinya biru,bergambar lekukan bagaikan
gelombang laut
111. Ringgel/gelang
kakiberwarna kuning emas
Musik iringan tari lawet disebut “Lawet Aneba“ (Laras Pelog Patet Barang)
Berikut
adalah syairnya :
“bambang wetan pratandha wis gagat enjang. Sesamberana rebut marga mbarubut
saking gua Karang bolong peksi lawet ireng menges wulune cukat trengginas katon
gembira aneg luhuring samudra gung ngupa boga tumekaning surya anda lidir pra
lawet bali maring gua”. Syair tersebut menceritakan tentang burung Lawet pada waktu bangun tidur lalu
keluar gua untuk mencari makan. B.Sardjoko berharap agar tari lawet bisa
berkembang pesat di Kebumen dan banyak disukai masyarakat, terutama anak putri.
Tari
lawet pertama kali dipentaskan di Bumi Perkemahan Widoro Payung pada tanggal 31
Agustus 1989. Setelah pementasan tersebut, perkembangan tari lawet mengalami
perkembangan yang pesat dengan dipentaskannya tarian tersebut pada event-eventbesar, antara lain:
perayaan HUT RI ke-46, tahun 1991 dalam acara Pembukaan Porseni SD Kabupaten
Kebumen dipentaskan tari masal sejumlah 300 penari, pembukaan MTQ Pelajar
tingkat Jawa Tengah di alun-alun Kebumen tahun 1993, Penutupan Poseni SD
tingkat Jateng tahun 1993, peresmian Stadion Candradimuka tahun 1994, pembukaan
Porseni SD tingkat pembantu Gubernur untuk Kedu tahun 1994, festival Ngunduh
Saran Burung Lawet di TMII tahun 1995, juara I dalam Lomba Karya Tari Anak
tahun 1996 di STSI Surakarta.
Tarian
tersebut pun mengalami msa kejayaan pada masa pemerintahan bupati Amir Sudibyo
dengan dimasukkannya tri lawet dalam kurikulum wajib muatan lokal Sekolah
Dasar. Namun berganti kebijakan, berganti pula kebijakan. Pada tahun 2005,
peraturan tersebut dihapus dan akibatnya tidak ada lagi upaya pelestarian
tarian ini hingga saat ini. Tidak ada upaya sedikitpun dari pemerintah untuk
mengangkat kembali tarian tersebut, imbasnya adalah generasi muda tidak ada
lagi yang mengenal tarian ini, hanya megetahui sebatas nama. Suatu keprihatinan
luar biasa pun kami temukan ketika kami mengetahui bahwa Dinas Pendidikan
Pemuda dan Olahraga juga Departemen Kebudayaan dan Pariwisata pun tidak memiliki
buku sumber mengenai kesenian tersebut. Dan ternyata memang tidak pernah
ada publikasi resmi dalam bentuk buku sekalipun tentang kesenian tersebut.
Ketika kami mencari buku sumber kesenian tersebut, pihak DISPARBUD dan DIPORA
hanya mengatakan usulan kami untuk membukukan kesenian tersebut bisa dijadikan
masukan, padahal sudah sekian lamanya sejak tarian tersebut ada. Hal ini
menunjukan sebuah keprihatinan luar biasa, sebuah ironi dalam kebudayaan yang
sudah sepatutnya diupayakan pelestarianya oleh semua pihak, apalagi pemerintah.
Ditengah
keprihatinan yang luar biasa dengan tidak adanya kepedulian dari pemeritah
kabupaten kebumen terhadap kelestarian tari lawet, masih ada segelintir
masyarakat yang peduli. Tari lawet ini masih dibudidayakan oleh sebagian
masyarakat daerah Sempor. Antusias masyarakat daerah Sempor sebetulnya
merupakan sinyal positif untuk mengembangkan kesenian tersebut, jika pihak
pemerintah mendukungnya bahwa tari lawet sebetulnya cukup mengakar sebagai
budaya daerah masyarakat Kebumen. Pemerintah kurang menyadari betapa pentingnya
kelestarian tarian tersebut dan nilai seni tingi yang terkandung dalam kesenian
tersebut, terbukti dengan beberapa pementasan tari lawet dalam beberapa event-event besar, bahkan justru masyarakat
luar lebih tertarik dan cenderung bermninat pada kesenian tersebut. Pernah
suatu ketika TIM dari TV Kompas mendatangi Sardjoko untuk mengekspos tarian
tersebut secara mendalam. Hal ini menunjukan bahwa sebetulnya tari lawet
memiliki daya pikat dan layak untuk dikembangkan. Namun semua itu perlu
dukungan nyata dari pihak pemerintah, karena tanpa ada dukungan dari
pemerintahan, pelestarian tarian tersebut tidak akan maksimal.
Dan dapat didownload disini